Friday, 20 May 2011

Caving (Penelusuran Goa)


Yang dimaksud dengan gua adalah ruang bawah tanah yang terbentuk dari proses kimia atau fisika dimana air memegang peranan yang amat dominan dengan lorong yang berbeda luas dan bentuknya. Sedangkan caving adalah olah raga rekreasi menjelajahi gua wisata petualangan yang menghadirkan keindahan dunia bawah tanah. Caving kadangkala dilakukan hanya untuk kenikmatan melakukan aktivitas tersebut atau untuk latihan fisik, tetapi awal penjelajahan, atau ilmu fisik dan geologi serta biologi juga memegang peranan penting. Gua-gua hanya dapat dibentuk dari batuan yang ter-litifikasi, dan jelas bahwa karakter sedimen semula dan sejarah diagenetik adalah faktor-faktor yang mengontrol lokasi sebuah gua.

A.      SPELEOLOGI DAN SEJARAH PENELUSURAN GUA
Speleologi mulai dipelajari dari Perancis dan Jerman pada abad ke-19, sementara di Indonesia mulai berkembang tahun 1980. Speleologi berasal dari Bahasa Yunani, yakni spelalion yang berarti gua dan logos yang berarti ilmu. Jadi, speleologi adalah ilmu yang mempelajari tentang gua beserta lingkungannya.
Gua memiliki sifat yang khas dalam mengatur suhu di dalamnya, yakni pada saat udara luar panas maka udara dalam gua terasa sejuk, begitu pula sebaliknya. Hal inilah yang menjadi penyebab mengapa gua sering dijadikan sebagai tempat berlindung. Gua merupakan lintasan air masa lalu dan kini yang kering (gua fosil) atau di masa kini yang masih dialiri air (gua aktif). Mempelajari gua tidak terlepas dengan mempelajari karst dan segala fenomena karst di permukaan (endo carst phenomena) supaya memahami cara- cara gua terbentuk dan cara memanfaatkannya sebagai SDA yang mempunyai estetika tinggi sebagai objek wisata gua atau sumber air tanpa mencemarinya. Kebanyakan gua di Indonesia adalah gua batu gamping atau gua karst.
Menurut catatan yang ada, penelusuran gua dimulai oleh John Beaumont, ahli bedah somerset dari Inggris pada tahun 1674. Ia juga seorang ahli tambang dan geologi amatir dan tercatat sebagai orang pertama yang menelusuri sumuran (potholing) dengan menggunakan lilin. Ia merangkak sejauh 100 meter dan menemukan jurang (internal pitch). Ia mengikat tambang di tubuhnya dan meminta diulur sejauh 25 meter, kemudian ia mengukur ruangan dalam gua tersebut yang memiliki panjang 80 meter, lebar 3 meter, dan tinggi plafon 10 meter.
Baron Johan Valsavor berjasa mendeskripsikan guad an membuat peta pada tahun 1670- 1680 dari hasil mengunjungi 70 gua, serta menerbitkan buku setebal 2280 halaman. Josepf Nagel di tahun 1747 mendapatka tugas untuk memetakan gua di kerajaan Austro Hongaria.
Wisata gua pertama tercatat pada tahun 1818, ketika Kaisar Habsburg Prancis I dari Austria meninjau Gua Postojna di Yugoslavia. Kemudian wirastawan Josip Jersinovic mengembangkannya sebagai tempat wisata dengan memudahkan tempat itu untuk dicapai.
Di Indonesia factor mistis dan magis masih melekat erat di gua- gua. Hal itu ditandai dengan dijadikannya gua sebagai tempat pemujaan, peletakan sesaji, bertapa, kuburan, bahkan sering dianggap sebagai tempat tinggal makhluk gaib.
Secara resmi ilmu speleologi lahir pada abad ke-19 berkat ketekunan Edward Alfred Martel. Speleologi berkembang di Indonesia pada tahun 1980-an dengan berdirinya klub Specavina, yang didirikan oleh Norman Edwin dan Rkt Ko. Namun karena perbedaan prinsip- prinsip di antara keduanya maka Norman Edwin kemudian mendirikan klub Garba Bumi dan Rkt Ko mendirikan Hikespi. Pada tahun- tahun tersebut bermunculan klub- klub speleologi di Indonesia seperti, ASC (1 Januari 1984), SSS (Surabaya), DSC (Bali), Scala (Malang), dll.

B.       ILMU YANG BERKAITAN ERAT DENGAN SPELEOLOGI
1.    Geomorfologi                    : Mempelajari bentuk dan cirri permukaan alam dikaitkan dengan bentuk gua
2.    Klimatologi                        : Mempelajari keadaan iklim suatu daerah yang dapat mempengaruhi lingkungan gua
3.    Hidrologi                           : Berkaitan dengan proses terbentuknya gua, ornamen gua, endapan dalam gua, sungai bawah tanah baik aynag terjadi secara fisik maupun kimiawi
4.    Geologi                              : Mempelajari proses terjadinya batuan gua
5.    Biologi                               : Mempelajari aspek kehidupan di sekitar kolom
6.    Antropologi                       : Mempelajari adat dan tradisi masyarakat di sekitar gua
7.    Arkeologi dan Paleontologi : Mempelajari barang peninggalan yang mungkin dapat ditemukan di dalam gua (lukisan dinding, patung, fosil, dll)

C.       JENIS- JENIS GUA
1.    Menurut bentuknya:
·         Gua Vertikal
Yakni gua yang mempuyai lorong berbentuk vertikal mirip sumur yang biasa disebut dengan gua potholing
·         Gua Horizontal
Yakni gua yang mempunyai lorong berbentuk horizontal namun demikian bukan lurus saja tetapi mempunyai kelokan dan lorong yang naik turun
2.    Menurut batuannya:
·         Gua Batu Gamping
Unsur penting terjadinya gua batu gamping adalah lapisan kulit bumi dengan proporsi dominan kalsium karbonat (CaCO3), gaya tektonik, rekahan- rekahan, dan air hujan dan air tanah.  Awalnya adalah pergeseran kulit bumi pada lapisan batuan karbonat, dan ketika terjadi hujan bagian kulit bumi yang bergeseran yang merupakan bagian yang terlemah akan terlarut dan tererosi oleh air hujan sehingga membentuk lubang. Air ini kemudian akan mengikuti rekahan- rekahan yang terdapat di kulit bumi serta mengikis dan melarutkan batuan- batuan karbonat yang dilewatinya. Dan meskipun celah tempat masuknya air di permukaan bumi itu kecil tetapi dapat mengakibatkan pengikisan rongga yang besar, bahkan lebih besar dari tempat yang lebih dalam. Proses ini dapat berlangsung ribuan bahkan jutaan tahun. Umumnya pada gua batu gamping ini terdapat ornamen- ornamen menakjubkan yang terjadi akibat larutan- larutan jenuh kalsium yang merembes ke dalam lorong gua sehingga menimbulkan endapan, baik di dinding, langit- langit maupun di dasar gua. Ada juga mineral hasil reaksi yang tidak larut dalam air seperti kuarsa dan mineral lempung kemudian membentuk endapan dengan variasi tersendiri.
·         Gua Lava
Dua unsur penting dalam pembentukan gua lava yakni rekahan dan larutan magma. Pada guinung api yang aktif, cairan magma menerobos keluar melalui rekahan- rekahan yang terdapat pada gunung api tersebut. Setelah kegiatan ini berhenti, magma cair akan mendingin dan menyusut dimulai dari bagian luarnya. Sedangkan bagian dalam yang masih cair akan terus bergerak turun sehingga menimbulkan lorong gua.
·         Gua Batu Pasir
Gua ini terjadi karena lapisan batu pasir di tengah lereng bukit yang terkikis oleh air yang mengalir dari atas bukit sehingga lama- kelamaan membentuk lorong gua yang biasanya tidak begitu dalam.
·         Gua Laut
Gua Laut terjadi akibat hantaman ombak pada tebing karang yang terjadi terus- menerus sehingga membentuk lorong gua yang biasanya tidak begitu dalam.

D.      KLASIFIKASI GUA
1.      Menurut Kelasnya
·      Kelas I          : Mudah ditelusuri, lorongnya tunggal, tidak ada jurang yang dalamnya lebih dari 1 meter, atap dan lantainya stabil dan waktu hujan tidak banjir.
·      Kelas II        : Agak sulit, lorong bercabang tetapi tidak panjang, ada jurang tetapi tidak lebih dari 3 meter, atap dan lantainya stabil dan pada waktu hujan tidak banjir.
·      Kelas III       : Banyak lorong/ cabang yang berhubungan dan sederhana, atapnya tidak stabil dan lantainya tertimbun batuan, pada waktu hujan tidak banjir.
·      Kelas IV       : Goa berbahaya, lorong bercabang dan membingungkan, terdapat jurang ±15 meter, atap tidak stabil, mengandung jeram dan air terjun ±15 meter dan ada bagian yang harus direnangi.
·      Kelas V        : Goa sangat berbahaya, mengandung gas bracun, sangat mudah banjir, ada bagian yang harus diselami dan terdapat sungai bawah tanah yang mengalir deras.
2.      Menurut Kualitasnya
·      Kualitas A    : Mempunyai panjang lebih dari 30 meter, sedikit ornamen, dan dapat ditelusuri tanpa alat.
·      Kualitas B    : Panjang lorong ±60 meter, mempunyai cabang tetapi buntu, ada ornamen, dan bisa ditelususri tanpa alat.
·      Kualitas C    : Panjang lorong ±100 meter, banyak ornamen, bercabang dan bersambungan, serta masih bisa ditelusuri tanpa alat.
·      Kualitas D    : Panjang lorong lebih dari 100 meter, banyak ornamen, kadang ada flora, dan masih bisa ditelusuri tanpa alat.
·      Kualitas C    : Harus ditelususri dengan bantuan alat, banyak biospeleologi, arkeologi, dan fosil purba.

E.       DERAJAT KETERAMPILAN CAVER
1.                                                   Derajat I          : Caver hanya memahami nilai estetika dan etika/ moral, sanggup menelusurinya tanpa berenang.
2.                                                   Derajat II         : Memiliki keterampilan free climbing lebih dari 3 meter dan merangkak kurang ari 50 meter, mampu berenang pada sungai yang tidak begitu deras kurang dari 15 meter.
3.                                                   Derajat III       : Memiliki keterampilan menggunaka alat Single Rope Technique (SRT) untuk menaiki dan menuruni lorong vertikal kurang ari 12 meter, sanggup merangkak lebih dari 50 meter, dan merayap kurang dari 15 meter
4.                                                   Derajat IV       : Mampu menggunakan alat SRT di lorong vertikal lebih dari 15 meter, terampil memasang lintasan tali (rigging), dan sanggup berenang di aliran deras lebih dari 15 meter.
5.                                                   Derajat V         : Menguasai keempat derajat di atas disertai dengan kemampuan free diving kurang dari 5 meter.
6.                                                   Derajat VI       : Menguasai semua teknik di atas dan memiliki kemampuan cave diving.

F.        ORNAMEN- ORNAMEN GUA
1.      Aragonite atau crystalline merupakan cristal yang terbentuk dari CaCO3, tapi hal ini sangat jarang dijumpai,
2.      Marble merupakan batu gamping yang mengalami perubahan bentuk dimetamorfasekan oleh panas dan tekanan sehingga merubah struktur yang unik dari batu tersebut,
3.      Styalalite merupakan garis gelombang yang terdapat pada potongan batu gamping,
4.      Curtain merupakan endapan yang berbentuk seperti lembaran yang terlipat, menggantung di langit-langit gua atau di dinding gua
5.      Flowstone yaitu kalsit yang mengendap di dinding gua sehingga membentuk lelehan batu.
6.      Gourdam yaitu ornamen berbentuk petak- petak sawah kecil yang bertingkat, biasanya berwarna putih kecoklatan ataupun muning yang dialiri air.
7.      Rimestone yaitu kolam kecil atau kubangan di dalam gua atau di atas ornament gourdam.
8.      Pearl, disebut pearl karena bentuknya mirip mutiara, bentuknya bulat dan berwarna putih, sangat jarang ditemukan karena biasanya terdapat di dasar rimestone.
9.      Gours  yaitu kumpulan kalsit yang terbentuk di dalam kaliran air atau kemiringan tanah, berbentuk mirip bendungan kecil.
10.  Cauline Flower yaitu rnamen yang berbentuk bunga kol.
11.  Stalaktit yaitu formasi kalsit yang menggantung di langit- langit goa.
12.  Straw yaitu stalaktit yang baru tumbuh berbentuk seperti sedotan air dan kadang berwarna transparan.
13.  Helektit yaitu cabang dari stalaktit yang arahnya ke samping (horizontal) dan kadang berbentuk melingkar atau berpilin- pilin.
14.  Bacon Like Sheet yaitu stalaktit yang berhelai- helai.
15.  Gorden            yaitu Stalaktit yang berbentuk seperti tirai jendela.
16.  Stalakmit yaitu formasi kalsit  yang tumbuh ke atas di dasar gua.
17.  Column yaitu tiang yang terbentuk akibat menyatunya stalaktit dan stalakmit.

Sedangkan istilah- istilah  kenampakan lorong gua yakni:
1.                                                             Big Sinkhole           : Mulut gua yang yaitu lubang besar dengan reruntuhan betuan di dasar gua.
2.                                                             Domepit      : Lorong gua yang berbentuk kubang dengan lubang di atasnya dan reruntuhan batuan pada dasarnya.
3.                                                             Shaft Chamber        : Pintu masuk gua berbentuk lorong vertical dengan ujung berupa ruangan besar.
4.                                                             Dome          : Ruangan besar di dalam gua dengan langit- langit berbentuk kubah.
5.                                                             Slope           : Longsoran batu dari dinding gua yang runtuh.
6.                                                             Sump           : Kolam air di ujung lorong gua dan biasanya ujung lorong lanjutannya terletak di dalamnya serta hanya dapat dimasuki dengan cara meyelam.
7.                                                             Lorong Phreatic      : Lorong gua dengan aliran air yang kecil.
8.                                                             Lorong Vandose     : Lorong gua dengan air setinggi ±1 meter.
9.                                                             Lorong Duck          : lorong gua yang berisi lebih banyak air disbanding ruang udaranya.
10.     Trench               : Sama seperti Lorong Vandose hanya penampang guanya lebih kecil.
11.     Collapse Shaft   : Celah vertical yang tersumbat reruntuhan batuan tetapi masih dapat dituruni.

G.      ETIKA PENELUSURAN GUA
Adapun tujuan dari penelusuran gua, baik untuk berolahraga maupun tujuan ilmiah, harus menjaga hal- hal sebagai berikut.
1.      Lingkungan tidak rusak
2.      Para penelusur sadar akan bahaya kegiatan ini dan mampu mencegah terjadinya musibah
3.      Para penelusur sadar akan kewajibanny sesama penelusur dan masyarakat di sekitar lokasi gua
Sedangkan etika penelusuran gua yakni:
1.      Seorang penelusur gua sadar bahwa ia dapat merusak gua dengan membawa kotoran, kuman, jamur, dll ke dalam lingkungan gua. Oleh karena itu ikutilah Motto NSS berikut
Jangan mengambil apapun kecuali gambar / foto
Jangan meninggalkan apapun kecuali jejak
Jangan membunuh apapun kecuali waktu
2.      Gua adalah bentukan alam dalam kurun waktu ribuan bahkan jutaan tahun. Setiap usaha merusak gua akan mendatangkan kerugian yang tidak dapat ditebus, karenanya jangan memindahkan apapun di dalam gua tanpa tujuan yang jelas, walaupun untuk tujuan ilmiah.
3.      Menelusuri gua harus disertai kesadaran bahwa keterampilan dan keahlian tidak perlu dipamerkan, sebaliknya ketidakmampuan dan kekurangan tidak perlu ditutupi.
4.      Respek terhadap penelusur yang lain.
5.      Memperhatikan hal- hal berikut
a.       Dalam penelusuran gua sebaiknya dilakukan oleh minimal 4 orang, jangan sekali- kali melakukan caving seorang diri.
b.      Seorang caver harus menguasai simpul dasar (bowline, fisherman’s knot, figure of eight, dll) di luar kepala dan mampu merangkak di lorong sempit dalam kondisi gelap.
c.       Untuk gua vertical seorang caver paling tidak harus menguasai teknik cimney, bridging, dan hand travers.
d.      Hindari caving pada saat musim hujan atau banjir.
e.       Memasuki gua harus sepengetahuan penduduk sekitar gua (izin dari pihak yang berwenang) untuk menghindari hal- hal yang tidak diinginkan.
f.       Periksa terlebih dahulu kondisi gua, apakah beracun atau tidak, dan berbahaya atau tidak.
g.      Jangan merokok atau menyalakan api dalam gua.
h.      Caver yang mempunyai penyakit pernapasan seperti asma, pilek, maupun yang phobia ruang gelap sebaiknya jangan melakukan caving.
i.        Bahaya- bahaya dalam caving harus diperhatikan dengan benar.

H.      PERLENGKAPAN CAVING
Gua memiliki kondisi yang berbeda dengan alam  lainnya, seperti medan berlumpur, berair, tumpukan batu (boulder), air terjun, lorong sempit, lorong rendah, dan terutama sekali kondisi yang gelap gulita. Oleh karena itu diperlukan peralatan yang mendukung kondisi dan medan tersebut. Peralatan tersebut terutama harus menjamin keselamatan caver. Pada dasarnya peralatan caving dibagi menjadi dua yakni peralatan pribadi dan peralatan kelompok.
Peralatan Pribadi
1. Sepatu.
* Dipilih yang kuat,
* Tahan terhadap lumpur yang liat,
* Sol yang kasar sehingga tidak licin oleh lumpur maupun dinding dan lantai gua yang basah.
2. Coverall (overall)
* Pakaian khusus yang dapat menahan tajamnya medan dalam gua, yang dapat segera kering apabila basah,
* Yang dapat melindungi seluruh tubuh dari tumbuhan gatal sekitar mulut gua,
* Memiliki kantung yang cukup untuk perbekalan dan perlengkapan personal.
3. Hand glove.
* Yang dapat menahan dingin,
* Menyimpan kalor,
* Menahan tajamnya batuan dalam gua.
4. Helm.
* Yang memiliki lapisan kevlar sehingga tidak mudah pecah. Sehingga betul-betul dapat melindungi kepala dari benturan dan runtuhan.
* Memiliki lilitan terhadap kepala yang nyaman sehingga tidak mengganggun saat kegiatan berlangsung dan tidak melelahkan kepala dan leher
* Peredaran darah disekitar kepala lancar.
5. Boom.
* Pilih yang tidak mudah macet,
* aliran air kedalam tabung karbit lancar,
* Tahan benturan.
6. Survival bag
Berisi:
* lilin,
* korek api,
* karbit cadangan,
* batery cadangan,
* bola lampu cadangan,
* coklat batangan dan permen.
7. Senter.
* Pilih yang tidak mudah korseleting karena air,
* Jangan dikalungkan pada leher, karena dapat terbelit saat descending atau ascending.
* Bawa cadangan batery dan bola lampu, dihitung tidak termasuk pada cadangan yang ada di survival bag.
8.   Caving pack sack sebagai tambahan dapat membawa sarung tangan
9.   Pelampung
10.  SRT-set.
SRT-set yaitu alat personal yang selama penelusuran hanya dikenakan oleh seorang saja, tidak boleh bertukar. Panjangnya footloop dan cowstail sebenarnya disesuaikan dengan panjang lengan dan panjang kaki tiap pemakainya.SRT-set terdiri dari

·                     Seat Harness
·                     Ascender
·                     Descender
·                     Foot Loop
·                     Chest Harness
·                     Mailon Rapide (MR)
·                     Cowstall

Peralatan Kelompok

a.       Tali (kernmantel)
b.      Tangga atau ladder
c.       Tali Pita (webbing)
d.      Cincin Kait (carrabiner)
e.       Pengaman sisip
f.       Paku beton
g.      Baut atau bolts
h.      Hanger
i.        Hammer
j.        pull


TALI TEMALI
I.       PENDAHULUAN
Dalam dunia olahraga di alam bebas, terutama pada survival, rock climbing, caving, dan P3K, tali temali memegang peranan yang penting. Tidak jarang suatu kegiatan gagal atau terhambat hanya karena kurangnya pengetahuan tentang tali- temali.
Ada dua hal yang perlu dibedakan dalam tali- temali yakni:
1.      Simpul       : Hubungan antara tali dengan tali
2.      Ikatan        : Hubungan antara tali dengan benda lain
Contoh penggunaan tali- temali yakni:
·      P3K
Pembuatan tandu, membalut luka, membuat tangga tali, jembatan penyeberangan (evakuasi korban)
·      Panjat tebing (rock climbing)
Pengamanan, pembuatan tambatan, membuat alat bantu panjat tebing lainnya.
·      Penelusuran gua (caving)
Pengaman, anchor, tali tubuh, penyeberangan
·      Teknik Hidup di Alam Bebas (Survival)
Membuat bivak, membuat jerat

II.  MACAM- MACAM TALI
Secara umum, tali dibedakan menjadi dua yakni:
1.      Hawersland           : Tali yang terdiri dari serat- serat halus yang dianyam/dipilin menjadi tiga bagian
Kelebihan  :  Tahan terhadap gesekan dan tidak udah friksi
                     Mempunyai daya lentur yang cukup tinggi
                     Konstruksinya sederhana sehingga memudahkan pemeriksaan
Kekurangan:  Menjadi kaku bila dipakai
2.      Kernmantel            :Tali yang ayamannya terdiri dari dua bagian
·         Bagian inti (kern) terbuat dari serat putih yang merupaka inti kekuatan tali
·         Bagian luar (mantel) yaitu bagian pelindung dari lapisan inti
Tali kernmantel dapat dibedakan menjadi tiga jenis yakni:
1.      Statis               :  Bagian inti mengandung daya lentur rendah
   Bagian luar dianyam sangat rapat
   Sangat cocok untuk caving karena lumpur tidak mudah masuk
2.      Semistatis        :  Bagian inti mengandung daya lentur yang cukup (10%)
   Bagian luar dianyam tidak terlalu rapat
   Sangat cocok untuk rescue (pertolongan darurat)
3.      Dinamis           :  Bagian inti mengandung daya lentur yang cukup tinggi (30%)
   Bagian luarnya dianyam cukup rapat
  Sangat cocok digunakan untuk belay pemanjatan
Kekuatan utama dari dua jenis tali di atas harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh UIAA, suatu lembaga yang menetapkan standar alat- alat yang digunakan di alam bebas. Bahan- bahan yang biasa digunakan sebagai bahan dasar pembuat tali yakni:
1.      Serat Alam
Yaitu serat tumbuh- tumbuhan atau lapisan tangkai bunga, seperti:
·                   Albaca (Serat Manila)
Termasuk serat yang keras, terdapat pada tumbuhan pisang- pisangan. Tali ini lebih dikenal dengan tali manila.
·                   Sisal
Termasuk jenis yang keras seperti Albaca. Serat ini tahan terhadap air laut. Biasanya digunakan sebagai pelindung kabel, baju erlayar, dan kain sarung.
·                   Jute
Termasuk serat jenis lunak dan biasa dibunakan untuk membuat benang. Jika dicampur dengan serat keras akan menghasilkan tali yang cukup kuat.
·                   Rotan
Dalam tali- temali, rotan biasa digunakan untuk membuat jembatan.
2.      Serat Buatan
Biasanya dibuat di pabrik sehingga harganya jauh lebih mahal dan kualitasnya lebih baik, contohnya:
·                   Nylon
Sangat kuat dan anyamannya tidak mudah lepas. Mempunyai derajat elastisitas yang sangat tinggi dan sebaiknya dihindarkan dari air laut. Tali ini dibuat dari kawat pijar. Biasanya licin dalam keadaan basah.
·                   Kernmantel
Banyak dibunakan, umumnya masih terbatas pada kalangan pemanjat dan penelusur gua. Tali ini dibuat sedemikian rupa dengan anyaman di bagian luar dan dalam yang berbeda sehingga ringan. Cukup kuat dan elastisitasnya rendah.

III. PERAWATAN TALI
Tali yaitu alat yang paling utama yang sering kita gunakan dan sering pula keselamatan kita tergantung dari tali tersebut maka harus diperhatikan tata cara perawatan dan pemakaiannya. Perawatan tali ini bertujua agar tali bertahan lebih lama serta menghindari kelapukan dan kehancuran. Beberapa perawatan tali yang baik yakni:
·      Tali yang baru dibeli hendaknya dicuci terlebih dahulu untuk menghilangkan sisa minyak pabrik
·      Jagalah tali agar kulitnya tidak terkelupas dan rapatkan ujung tali dengan membakarnya
·      Usahakan sekecil mungkin kontak langsung tali dengan sinar matahari
·      Hindarkan mehginjak tali agar pasir atau kotoran tidak masuk ke dalam tali
·      Berikan alas/pelindung setiap pemakain untuk menghindari friksi/gesekan dengan benda keras
·      Setiap sebelum dan sesudah menggunakan tali, periksa kondisi tali secermat mungkin
·      Cucilah tali setiap selesai digunakan dengan sabun lembut yang tidak mengandung detergent, chlorine, maupun bahan adiktif lainnya. Cuci tali dengan air suam- suam kuku dan bilas dengan air dingin. Air yang tertinggal boleh diperas dengan cara menariknya dan jangan dijemur di bawah sinar matahari langsung
·      Jangan naik/turun tali dengan terlalu cepat karena dapat menimbulkan panas pada tali
·      Hindari turun dengan cara melompat atau memberikan hentakan pada tali
·      Jangan digantung dengan beban berat terlalu lama
·      Lepaskan semua simpul setiap selesai memakai tali
·      Catat riwayat tali untuk mengetahui batas kekuatannya

IV. TEKNIK TALI TEMALI
Membuat simpul sepertinya yaitu hal yang mudah, tetapi satu kesalahan kecil saja dalam pembuatan simpul dapat berakibat fatal, misalnya kecelekaan jiwa. Pada dasarnya simpul yang kita buat sudah mengurangi kekuatan tali tersebut (breaking strength).
Syarat- syarat pembuatan suatu simpul yakni:
1.      Pembuatannya sederhana, tidak rumit
2.      Mudah dibuat tetapi tidak mudah dilepas dengan sendirinya
3.      Mudah dilepas dengan bila dikehendaki
4.      Kuat, aman, dan nyaman dipakai
A.    Macam- Macam Simpul
1.      Simpul Hidup (slip knot)
Simpul ini digunakan untuk mengikat tali pada tiang atau untuk membuat simpul di tengah- tengah tali.
2.      Simpul Mati (square knot/reef knot)
Simpul ini digunakan untuk menyambung dua tali yang sama besar dalam keadaan kering dan juga untuk membuat mitela pada P3K agar buhulnya tidak menekan dan menyakiti korban.
3.      Simpul Kembar (double Fisherman’s knot)
Simpul ini digunakan untuk menyambung tali yang sama besar dalam keadaan basah atau licin.
4.      Simpul Prusik (Prusik Knot)
Simpul ini digunakan untuk menaiki tali dan biasa disebut simpul double jangkar.
5.      Simpul Anyam (Sheet bends/Weavers knot)
Simpul ini digunakan untuk menyambung tali yang tidak sama besar.
6.      Simpul Tiang/kambing (Bowline knot)
Simpul ini digunakan untuk membuat tali yang tidak akan lepas ataupun bergeser simpulnya, misalnya untuk mengikat hewan. Simpul ini mempunyai sifat semakin mengikat jika ditarik.
7.      Simpul Tiang Berganda (portugese Bowline knot)
Simpul ini digunakan untuk menaikan/menurunkan orang dalam posisi duduk.
8.      Simpul Kursi (Single Jug Sling/Rope Handcuffs)
Simpul ini digunakan untuk menaikkan orang/korban dalam posisi duduk.
9.      Simpul Pita
Simpul ini digunakan untuk menyambung tali yang lebar, misalnya webbing.
10.  Simpul Figure of Eight
Simpul ini digunakan untuk mengikat tali pada benda lain dalam keadaan longgar.
11.  Simpul Double Figure of Eight
Simpul ini digunakan untuk membuat anchor.
12.  Simpul Kupu- Kupu
Simpul ini digunakan untuk melindungi tali yang friksi.
B.     Macam- Macam Ikatan
1.      Ikatan Pangkal (Clove Hitch/Ratline Hitch)
Ikatan ini yaitu ikatan dasar antara tali dengan tiang.
2.      Ikatan Jangkar (Cow Hitch/Catspaw)
Ikatan ini biasa digunakan dalam pembuatan tandu.
3.      Ikatan Tamban (Climber Hitch)
Ikatan ini digunakan untuk mengangkat balok.
4.      Ikatan Canggah
Ikatan ini digunakan untuk menyambung tali dalam posisi sejajar.
5.      Ikatan Palang
Ikatan ini digunakan untuk menyambung tali dalam posisi menyilang.

J.         TEKNIK PENELUSURAN GUA
Teknik penelusuran gua didasarkan oleh bentuk lorong gua yakni gua horizontal dan gua vertical, teknik penelusurannya yakni sebagai berikut.
1.      Teknik Horizontal
Pada dasarnya setiap penelusur gua harus memulai perjalanannya dalam kondisi fit. Apabila badan terasa kurang fit sebaiknya kegiatan caving dibatalkan (etika caving). Hal ini untuk menghindari hal yang lebih parah terjadi. Selain memerlukan kondisi tubuh yang fit, seorang penelusur gua harus memiliki kelenturan tubuh serta tidak mudah panic ketika berada di ruang sempit atau gelap
Medan pada gua horisontal sangat bervariasi, mulai pada lorong-lorong yang dapat dengan mudah di telusuri, sampai lorong yang membutuhkan teknik khusus untuk dapat melewatinya. Dalam penelusuran horizontal caver melakukan gerakan jalan membungkuk, merayap, berenang, serta menyelam. Lutut dan siku yaitu sisi terpenting dari tubuh seorang caver. Berikut penjelasan medan yang dihadapi pada penelusuran gua horizontal.
a.    Lumpur
Lorong yang berlumpur dapat dengan mudah kalau lumpur tersebut tidak terlalu tebal. Tapi dalam kondisi lumpur setinggi lutut bahkan sampai setinggi perut, kita tidak mudah untuk melaluinya.
Untuk melewatinya kita bergerak dengan posisi seperti berenang. Dengan posisi seperti ini akan lebih mudah bergerak dan menghemat tenaga.
b.    Air
Untuk kondisi lorong gua yang berair. terutama gua yang belum pernah di masuki kita tidak mengetahui kedalaman air dan kondisi di bawah permukaan air, untuk itu kita harus mengetahui prosedur dan mempunyai fasilitas pendukung.
Syarat utama untuk melewati lorong yang berair adalah harus bisa berenang. Tetapi dengan kondisi lorong yang serba terbatas, teknik berenang dalam gua berbeda dengan berenang di kolam renang. Di sini kita memakai pakaian lengkap, sepatu bahkan mungkin membawa beban yang cukup berat.
Pembagian team juga harus di sesuaikan, untuk leader ia tidak boleh membawa beban berat, karena leader harus membuat lintasan dan mempelajari kondisi medan.
Dalam kondisi tertentu kita menggunakan pelampung, perahu karet terutama untuk lorong yang panjang dan berair dalam.
Ada juga lorong yang hampir semua di penuhi oleh air hanya ada ruangan sedikit yang tersisa. Untuk melewatinya kita harus melakukan ducking ( kepala menengadah). Kadang-kadang kita harus melepas helm untuk menambah ruang gerak kepala. Dalam kondisi tertentu kita melakukan ducking dengan jongkok, bahkan dengan berbaring kalau badan tidak dapat masuk seluruhnya.
Diving, adalah teknik penyelaman dengan alat bantu pernafasan dan pakaian khusus. Teknik ini di lakukan pada lorong yang seluruh bagiannya tertutup oleh air (sump, siphon). Untuk perbandingan resiko kematian di cave diving adalah 60% tewas. Sedang resiko caving 15 %. Dengan melihat perbandingan resiko kematian yang besar ini kita di tuntut untuk ekstra hati-hati, seyogyanya tidak meneruskan penelusuran jika tanpa alat pendukung yang standart.
c.    Climbing
Dalam suatu penelusuran gua terkadang kita menjumpai adanya water fall ataupun lorong yang terletak di atas kita. Untuk dapat meneruskan penelusuran kita harus menggunakan teknik-teknik Rock Climbing. Seperti memasang pengaman sisip dan bor tebing untuk pembuatan lintasan, yang melakukan adalah leader dan kemudian anggota yang lain melewatinya dengan SRT. Teknik rock climbing harus bisa di lakukan pada kondisi medan seperti :
• Aliran air yang deras dan kita tidak mengetahui kedalamannya.
• Gua yang berbentuk celah dan menyempit bagian dasarnya
• Sungai besar atau danau yang dalam.
• Pemasangan rigging pada waterfall.
• Menghindari calcite floor atau oolith floor.
2.      Teknik Vertikal
Sering dalam caving gua vertical selalu menggunakan tali, oleh karena itu teknik SRT mutlak dikuasai. Namun kadang kita tidak membutuhkan tali, tatapi hanya digunakan sebagai belay.
A.                SINGLE ROPE TECHNIQUE
Single Rope Technique (SRT) adalah teknik yang dipergunakan untuk untuk menelusuri gua-gua vertikal dengan menggunakan satu tali sebagai lintasan untuk naik dan turun medan-edan vertikal. Berbagai sistem telah berkembang sesuai dengan kondisi medan di tempat lahirnya masing-masing metode. Namun yang paling banyak dipergunakan adalah Frog Rig System.
Teknik yang lain adalah: Rope walker, Texas Rig, Jumaring, Mitchele System, Floating cam system.
Sistem Frog Rig menggunakan alat:
1.         Seat harness, dipergunakan untuk mengikat tubuh dan alat-alat lain. Dipasang di pinggang dan pangkal paha. Jenis-jenisnya adalah: Bucklet, Avantee, Croll, Rapid, dan Fractio.
Seberapa ketat pemakaian seat harness ini tergantung pada kebiasaan








001.JPG
 















2.         Chest Ascender, dipergunakan untuk memanjat (menaiki) lintasan atau tali dipasang di dada. Dihubungkan ke Delta MR oleh Oval MR
002.JPG
 














3.         Hand Ascender, dipergunakan untuk memanjat (menaiki) lintasan atau tali di tangan. Di bagian bawah dipasang descender, tempat digantungkannya foot loop dan cows tail.
4.         Descender, dipergunakan untuk menuruni tali. Ada beberapa jenis descender: Capstand (ada dua macam: Simple Stop dan Auto Stop), Whaletale, Raple Rack (ada dua macam: Close Rack dan Open Rack), Figure of Eight, dan beberapa jenis lagi yang prinsip kerjanya sama dengan figure of eight.
5.         Mailon Rapid,ada dua macam Mailon Rapid (MR), yaitu: Oval MR untuk mengaitkan Chest Ascender kepada Delta MR. Delta MR sendiri adalah untuk mengkaitkan dua loop Seat Harness dan tempat mengkaitkan alat lain seperti Descender berikut Carabiner sebagai friksinya dan Cowstail.
6.         Foot loop , dicantolkan ke karabiner yang terhubung ke hand ascender. Berfungsi sebagai pijakan kaki. Ukuran dari foot loop harus tepat seperti gambar diatas. Hal ini sangat mengurangi kelelahan pada waktu ascending di pitc-pith yang panjang
003.JPG
7.         Cows tail, memiliki dua buah ekor. Satu terkait di Hand Ascender, dan satu lagi bebas, dipergunakan untuk pengaman saat melewati lintasan-lintasan intermediate, deviasi, melewati sambungan, tyrolean, dan traverse.
8.         Chest harness, untuk melekatkan Chest Ascender agar lebih merapat ke dada. Sehingga memudahkan gerakan sewaktu ascending normal, atau pada saat melewati sambungan tali. Chest harness lebih baik jika dapat diatur panjang pendeknya (adjustable), sehingga memudahkan pengoperasian, terutama apabila terjadi kasus dimana Chest Ascender terkunci di sambungan atau simpul, atau pada saat rescue.
Teknik-teknik yang harus dipelajari untuk SRT adalah ascending dan descending dengan penguasaan melewati jenis-jenis lintasan dan medan.
1.         Melewati intermediate anchor
2.         Melewati deviation anchor
3.         Melewati sambungan tali
4.         Melewati lintasan tyrolean, menggunakan satu tali dan dua tali.
5.         Meniti tali dengan medan slope (miring).
Ascending
004.JPG
Perhatikan gerakan telapak kaki ketika sedang ascending.
005.JPG
Gerakkan telapak kaki untuk menjepit tali dengan telapak kaki. Cara pertama adalah menjepit tali menggunakan bagian dalam pergelangan kaki dengan bagian luar telapak kaki. Cara kedua adalah menjepit tali dengan kedua telapak kaki ketika melakukan gerakan berdiri. Ketika mengangkat kedua kaki, kedua telapak kaki dibuka.
PERHATIAN:
·      Latihan ini harus dilakukan mengunakan peralatan yang mutu dan kekuatannya memenuhi standar
·      Latihan harus dibawah pengawasan oleh  ahli.
·      Berlatihlah pada ketinggian yang tidak terlalu tinggi.
·      Cegahlah latihan yang dapat merusakkan alat: membebani alat melebihi beban normal, beban dengan arah abnormal, menggunakan alat tidak sesuai dengan manual book-nya. Latihan yang dilakukan dengan menggunakan alat-alat alternatif, harus masih dalam tingkat aman.
·      Pernah melakukan latihan teknik tertentu bukanlah jaminan bahwa kita sudah menguasai teknik tersebut.
·      Berlatihlah satu teknik sampai lancar tanpa hambatan dan kesalahan sebelum berlatih teknik yang lain.
·      Berlatihlah dengan selalu ditemani oleh orang lain yang juga memahami SRT.
·      Berniatlah berlatih untuk menolong orang lain dan diri sendiri.
·      Hindarilah terjadinya kecelakaan di gua untuk orang lain maupun diri sendiri.


B.                 SISTEM ANCHOR
Kegunaannya : Untuk menuruni maupun menuruni sumuran, membelay, dan keperluan lain seperti hauling, lowering, rescue, dll.
Ada dua macam sistem anchor, yakni:                                     
1.      Anchor Alam, bersifat relatif sangat kuat dengan memanfaatkan batu, pohon, dll. Caranya dengan melingkarkan sling pada batu atau pohon, dapat juga langsung menggunakan simpul bowline.
2.      Artificial Anchor, dinding goa biasanya tidak memiliki rekahan, polos, dan licin. Karenanya perlu dibuat anchor buatan. Pada vertical caving dapat digunakan baut untuk membuat anchor, sedangkan piton dan chock jarang digunakan. Dua hal yang perlu diperhatika dalam pembuatan anchor yakni:
a.       Posisi anchor.
Posisi yang benar akan menghindarkan tali dari gesekan.
b.      Keadaan dinding gua.
Periksa keadaan dinding gua sebelum dipasang anchor dengan cara memukulkan hammer pada dinding gua. Bunyi gaung yang hampa menandakan batu yang rapuh.

C.     BENTUK- BENTUK ANCHOR
Untuk membuat suatu lintasan vertical yang sesuai dengan syarat rigging yang baik salah satunya ialah dengan membuat beberapa varisai rintangan. Hal ini disesuaikan dengan bentuk medan, pertimbangan keselamatan alat, dan caver.Berikut bentuk- bentuk anchor.
a.       Y Anchor
Disebut Y Anchor karena bentuknya memang seperti huruf Y. Dibuat dengan tujuan membagi beban di kedua sisi dan menempatkan lintasan di posisi tertentu. Jika sudut yang diambil salah (>1200) tujuan untuk membagi tidak tercapai, bahkan sebaliknya beban yang diterima di setiap titik tambatan akan lebih besar dari beban sebenarnya.
b.      Deviasi Anchor
Anchor ini dibuat dengan tujuan untuk menghilangkan friksi tali pada dinding gua dengan cara menarik tali kea rah luar gesekan dengan tambahan anchor.
c.       Intermediate Anchor
Bentuk anchor ini juga bertujuan untuk menghilangkan friksi tali pada dinding gua dengan cara memasang atau membuat tambatan pada titik gesekan friksi. Anchor yang cipilih harus benar- benar kuat karena akan mendapatkan beban vertical penuh seperti pada main anchor.

D.    TEKNIK MENAIKI TALI
Dalam vertical caving telah dikembangkan berbagai teknik memakai tali dengan kelemahan dan kelebihannya. Berikut teknik- teknik dalam menaiki tali.
1.      Rope Walking System
Cirri utama sistem ini adalah kedua kaki diikat pada ascender yang terpisah sehingga setiap kaki dapat bergerak dengan bebas. Gerakan yang terlihat seperti orang menaiki tangga. Semakin tegak badan, semakin efisien caver berjalan.
2.      Sit Stand System
Pada sistem ini hanya digunakan satu asceneder. Kedua kaki bergerak bersama sehingga beban ditopang bersama. Keuntungannya kaki tidak cepat lelah dan lebih mudah istirahat.
3.      Frog System
System ini menggunakan satu jummar dan satu chest jummar di dada. Tangan mendorong jummar ke atas sehingga kedua kaki dalam foot loop berada dalam posisi terlipat. Pada posisi ini croll di sorong ke atas mendekati jummar, begitu seterusnya.

E.     TEKNIK MENURUNI TALI (ABSELING)
Dalam vertical caving telah dikembangkan Single Rope Technique (SRT), yakni tenik menuruni dan mendaki gua dengan satu tali. SRT muncul untuk menggantikan penggunaan tangga gantung yang berat dan rumit.
Cara menuruni tali : Pertama pasang back up kemudian pasang tali pada descender. Setelah descender terpasang, lepas cowstail dan lakukan abseling. Tangan kiri pada descender, sedang tangan kanan memegangi tali sebagai kontrol laju pada waktu turun. Sebelum turun sebaiknya buat simpul pada ujung tali.
 
K.      BAHAYA PENELUSURAN GUA DAN PENANGGULANGANNYA
Dalam pemikiran antroposentris, yangperlu diperhatikan adalah manusia pengunjung gua. Manusialah yang perlu dilindungi terhadap bahaya. Bahaya- bahaya tersebut yakni:
1.      Terpeleset atau terjatuh; dengan akibat fatal gegar otak, terkilir, terluka, patah tulang, dll. Hal ini sering terjadi karena penelusuran terburu- buru, melompat, salah menduga jarak yang dilompati, dll.
2.      Tersesat; terutama bila lorong bercabang dan bertingkat serta memiliki konsentrasi pemimpin regu yang kurang baik. Pada setiap percabangan, tinggalkanlah tanda yang mudah dikenal dan tidak merusak lingkungan. Bisa juga menelusuri gua sambil mengukurnya dengan tali topofil sehingga caver tinggal mengikuti dan meggulung tali pada saat keluar gua.
3.      Tenggelam; terutama akibat kenekatan caver  memasuki dua pada musim hujan tanpa mempelajari topografi dan hidrologi karst, maupun sifat sungai bawah tanah. Jangan lupa membawa pelampung dan sumber cahaya kedap air.
4.      Kedinginan (Hipotermia); terutama jika lokasi gua jauh di atas permukaan laut, caver berjam- jam terendam air, adanya angin kencang di dalam lorong, caver lapar, lelah, pakaian tidak memadai, dll. Karenanya caver harus mengetahui pasti lokasi dan kondisi mulut serta lorong- lorong gua, memiliki kondisi fisik sehat dan membawa cadangan makanan yang cukup dan bergizi.
5.      Dehidrasi; bila sudah timbul rasa haus, sudah ada gejala dehidrasi dan minum cairan sudah terlambat, maka tidak akan memenuhi kebutuhan lagi.
6.      Keruntuhan atap atau dinding gua; bisa disebabkan karena memasang peralatan paa bagian dinding yang rapuh. Karenanya caver wajib mempelajari dan memeriksa dinding gua.
7.      Radiasi di dalam gua; terutama akibat gas radioaktif radon dan turunannya. Ini disebabkan Karen caver gemar merokok, bahaya menderit kanker akan berlipat ganda. Menghisap rokok di dalam gua mutlak dilarang.
8.      Penyakit- penyakit akibat kuman dan virus.
9.      Keracunan gas; oleh karena itu sangat dianjurkan untuk membawa oksigen murni.

       RESCUE
       Daftar kesalahan yang kemungkinan dapat terjadi:
·         Keterlambatan tindakan karena keragu- raguan dalam mengambil keputusan
·         Duplikasi tindakan sehingga tidak efisien
·         Misscommunication
·         Kesimpang- siuran tindakan
·         Tidak tersedia peralatan yang dibutuhkan
·         Emosi yang tidak terkendali
·         Timbul kecelakaan pada para penolong
·         Memakai peralatan yang salah
       Tiga unsure kegiatan cave rescue yang harus dipersiapkan
·           Unsur Medis
·           Unsur Komunikasi
·           Unsur Teknis
Ketiga unsure itu harus saling terkait, saling menunjang, dan berbobot sama. Oleh karena itu pendidikan darurat menjadi syarat mutlak sebelum turun dalam kegiatan cave rescue. Self rescue akan sangat membantu penolong dalam melaksanakan tugasnya.

L.       PEMETAAN GUA (MAPPING)
Jenis gua dapat digambarkan sebagai:
1.      Plan Section, yakni peta gua nampak dari atas. Yang ditampilkan adalah bentuk lorong jika dilihat dari atas, sudut belokan, letak ornament, jenisnya, dan situasi lorong gua.
2.      Extended Section, yakni peta gua tampak dari samping yang memanjang tanpa memakai proyeksi. Yang ditampilkan adalah perubaha elevasilorong dan panjangnya saja, tidak dapat diketahui  belokan perubahan arah.
3.      Projected Section, alah peta gua tampak samping, diproyeksikan dari plan section. Fungsi peta ini terutama untuk menampilkan kontrol geologisdari bentukan sebuah keadaan kesamaan bentukannya. Peta ini diproyeksikan terhadap sudu azimuth tertentu. Metode penggambaran ini yaitu angka elevasi stasiun, kemudian dari plan section stasiun tersebut diproyeksikan terhadap sudut azimuth yang dipilih.
4.      Peta perspektif (Tiga Dimensi), peta tipe ini plotting stasiun dan detailnya menggunakan sumbu x, y, dan z. sumbu x dan y menentukan koordinat pada bidang datar, sedangkan sumbu z menentukan posisi stasiun berdasarkan elevasinya terhadap titik 0.
Peralatan Mapping
·                Topofil                 : Alat pengukur jarak dengan menggunakan benang, dapat juga menggunakan roll meter
·                Klinometer           : Alat untuk mengukur kemiringan dasar gua
·                Kompas                : Alat untuk mengetahui arah lorong gua
·                Altimeter  : Alat untuk mengukur kedalaman gua
·                Alat Tulis : Yang pali baik adalh pensil
·                Kertas Kedap Air

       WORKSHEET PEMETAAN
       Berikut worksheet pemetaan yang biasanya digunakan dalam pemetaan sebuah gua.
Nama Gua :
Tanggal :
Lembar :
Lokasi :
Surveyor :
Grade :

Stasiun
Jarak
Kompas
Klino
Lorong
Tinggi Stasiun
Dinding
Dari
Ke
d
α
θ
Dalam
Tinggi
Kiri
Kanan




































































































Sketsa dan Catatan :


















PROSES PEMETAAN
Sebuah tim pemetaan idealnya berjumlah 5 orang, sedangkan pembagian kerjanya yakni:
·                     Orang I                 : Sebagai leader (penentu titik stasiun dan pemasang lintasan)
·                     Orang II               :Sebagai pointer (sasaran pengukuran)
·                     Orang III  : Sebagai shooter (melakukan pengukuran)
·                     Orang IV  : Sebagai dataman (mencatat hasil pengukuran)
·                     Orang V   : Sebagai descriptor (menggambarkan keadaan gua)

PENYAJIAN PEMETAAN
Pada tahao ini hasil pengukuran, pencatatan, dan gambar- gambar sketsa diolah. Catatan lapangan didpindah dalam millimeter blok dengan menggunakan gambar yang berskala. Perlu disertakan gambar- gambar irisan, simbol- simbol tertentu dari keadaan gua seperti stalaktit, stalagmite, pasir, aliran air, lumpur, dll.
Setelah selesai, gambar dapat dipindahkan ke kertas kalkir dengan menggunakan rapido agar hasilnya lebih baik. Pada tahap akhir ini sudah disertakan nama goa, wilayah administratif, skala, arah utara, legenda, simbol- simbol, tanggal survey, nama surveyor, grade peta, dan tingkat klasifikasi survey. Dianjurkan pula untuk menampilkan foto- foto.

 PENGENALAN ALAT
Dalam dunia kepecinta- alaman, perlu pengetahuan yang cukup mengenai sifat, cara kerja, dan kegunaan dari perlatan yang ada karena sering sekali dalam kegiatan tersebut kita bergantung pada alat tersebut. Dengan pengetahuan tersebut akan memudahkan kita untuk menentukan apa dan berapa banyak peralatan yang kita butuhkan untuk melakukan kegiatan tersebut.
Untuk itu, di bawah ini diperkenalkan beberapa alat yang sering dipergunakan dalam olahraga alam bebas.
Berdasarkan bahan pembentuknya, peralatan caving dibedakan menjadi dua, yakni peralatan non metal dan peralatan  metal.
1.      PERALATAN NON METAL
A.    Tali (lihat materi tali- temali)
B.     Webbing,
Yakni tali berbentuk pipih menyerupai pita yang fungsinya antara lain untuk  membuat anchor, sebaga pengganti webbing, membuat sling, dll.
C.     Tali Prusik
Yaitu kernmantel statis yang berdiameter 4-6 mm, fungsinya untuk memanjat tali (prusiking)
D.    Shoes
Bentuk sepatu minimal mempunyai tinggi di atas mata kaki, untuk rock climbing mempunyai dua kekhususan yakni:
·                     Tebing kering dan padas  →Flexible soles
·                     Tebing basah dan berlumut          →Stiff Soles
Untuk caving menggunakan sepatu yang lebih tinggi dengan bahan kedap air dan solnya menggunakan stiff soles.
E.     Helm
Helm yang baik harus memenuhi syarat sebagai berikut:
·                     Ringan tetapi kuat
·                     Mempunyai ventilasi yang baik
·                     Enak dan nyaman dipakai
F.      Lampu Penerangan
Yang biasa digunakan adalah senter biasa, head lamp, stroom lamp, dan lampu karbit (boom)
G.    Harness
Sebagai alat pengaman yang dipasang di pinggang. Jenisnya yakni:
·                     Sit Harness
·                     Full Body Harness
·                     Chest Harness
H.    Tape leader/Etrier (tangga tali)
Sebagai alat bantu untuk naik atau turun dari dinding atau tebing
I.       Chalk Bag
Sebagai tempat magnesium yang digunakan dalam pemanjatan.
J.       Gaiter
Untuk melindungi kaki dari gigitan pacet / lintah atau agar sepatu tidak kemasukan pasir atau kotoran.
K.    Alas Tidur
Biasanya berupa matras atau sleeping bag.
2.      PERALATAN METAL
A.    Karabiner
Memiliki dua macam bentuk yakni oval dan “D”, sedangkan berdasarkan sistem kerjanya karabiner dibedakan menjadi dua, yakni:
·                     Berpintu Biasa (Snape Carabiner), ada dua yakni Carabiner Friksi dan Carabiner Hart
·                     Berpintu Ulir (Screw carabiner)
B.     Descender
Berfungsi untuk turun dari ketinggian dengan bantuan tali. Macam- macamnya yakni:
·                     Figure of Eight
·                     Piton Brake Bar
·                     Cross Carabiner
·                     SRT Stop
·                     Stich Plate
·                     Harpoon
·                     Whale Tail
·                     Rappel Rack
C.     Ascender
Berfungsi untuk naik dengan bantuan tali yang yaitu modifikasi dari sistem prusiking. Macam- macamnya yakni:
·                     Jummar
·                     Croll
·                     Clog
·                     Shunt
D.    Piton
Berfungsi untuk menyangkutkan runner. Cara kerjanya dengan menyangkutkan pada celah tebing. Alat ini bersifat sementara. Jenis piton bermacam- macam sesuai dengan celah dan posisi pemanjat, yakni Angle, Bong, Leeper, Burp, Knife Blade, dll
E.     Chock/Nut
Fungsinya sama seperti piton. Cara kerjanya dicepit/diselipkan pada celah batuan yang tidak terlalu kecil pada tebing. Jenisnya yakni:
·                     Stopper/wedge                  → Bentuknya kotak segi empat kecil, bernomor 1-9
·                     Hexagonal                        → Bentuknya segi enam besar, bernomor 1-9
·                     Round                               → Berbentuk tabung
·                     Fiend
F.      Hanger/Kuping
Berfungsi untuk menyangkutkna runner atau carabiner.
G.    Placing Bolt
Yaitu skrup tebing yang sifatnya permanen. Cara memasangnya dengan menggunakan bor tebing atau palu. Gunanya untuk memasang hanger pada tebing. Cara kerjanya bagian dalam skrup ini akan memekar bila dimasukkan ke dalam tebing.
H.    Bor
Berfungsi untuk melubangi tebing dalam pada saat memasang Placing Bolt.
I.       Pulley
Berbentuk kerekan untuk menarik benda dengan menggunakan tali.
J.       Crampoon
Alat tambahan yang dipasang pada sepatu dan berfungsi sebagai pencengkeram pada salju atau es.
K.    Ice Exe
Berupa kapak es atau salju yang dapat berfungsi sebagai
·                     Palu atau hammer pada ice climbing
·                     Tongkat jalan pada pendakian gunung es atau salju
·                     Kapak untuk memanjat tebing es
Ice Exe mempunyai bentuk yang bermacam- macam disesuaikan dengan medan yang dihadapi


1 comment:

Bukan Sekapur Sirih

Selamat bersua kembali sahabat lama yang telah lama terlupakan,
dunia lain yang terabaikan,
teman terbaik yang tak pernah mengeluh ^_^